Rehabilitasi Penyalahguna Narkoba Sebagai Kewajiban Bersama
Konflik, tsunami dan ganja, barangkali itulah hal yang teringat dibenak kita ketika mendengar tentang Aceh. Konflik dan Tsunami setidaknya merupakan dua hal yang telah menjadi masalah di masa lalu, sedangkan ganja selalu menjadi masalah bagi provinsi syariat baik dulu maupun sekarang. Kalau pembaca tak percaya, silahkan saja amati pemberitaan baik di media lokal maupun nasional. Setiap kata GANJA disebutkan, biasanya akan selalu diiringi dengen penyebutan ACEH yang paling tidak dilekatkan kepada pengedar, pemakai, penanam dan atau tempat penanaman.
Maraknya
penggunaan ganja Aceh di tingkat nasional dan internasional juga tak luput dari telinga masyarakat Aceh sendiri. Bahkan penggunaan ganja
pada individu dan kelompok tertentu dalam masyarakat telah menjadi rahasia umum. Jika pembaca orang Aceh, silahkan tanya kepada beberapa kerabat atau teman pembaca tentang penggunaan
ganja di lingkungan sekitarnya. Setidaknya akan ada beberapa orang yang mengaku
kenal dengan pengguna ganja baik itu anggota keluarga, masyarakat gampong, atau bahkan teman sekolah. Jika beruntung, mungkin ada yang mengakui
sendiri menggunakan ganja sesekali. Bedanya, jika “barang” yang dipakai di Aceh
dulunya didominasi oleh ganja, sekarang shabu-shabu, heroin, kokain dan jenis
narkoba lainnya turut menjadi primadona. Jenis-jenis narkoba tersebut memiliki
istilah gaul sesuai bahasa setempat. Misalnya, bakong sebagai kata ganti ganja atau permen sebagai pengganti kata
shabu-shabu atau pil ekstasi. Berbagai “barang” itu dalam bahasa resmi kita
kenal sebagai Narkoba atau Narkotika.
Banyaknya jenis narkoba yang beredar menyebabkan Aceh termasuk daerah pengguna narkoba tertinggi di Indonesia. Aceh di tingkat nasional menduduki peringkat pertama sebagai pengedar ganja. Sedangkan untuk peredaran narkotika, Aceh menduduki peringkat ke delapan. Menurut kapolda Aceh, pada tahun 2013 jumlah pengguna narkotika di aceh melibatkan 10.000 orang. Bahkan rata-rata 50 persen penghuni lapas di seluruh Aceh terlibat dengan kasus narkoba.
Dalam
tingkat nasional pun jumlah pengguna narkoba semakin menggila. Menurut data BNN, pengguna narkoba di Indonesia telah mencapai 4,2 juta orang pada tahun
2014 dan diperkirakan akan bertambah menjadi 5,8 juta orang pada akhir tahun
2015. Bisa kita bayangkan bagaimana jadinya negara ini jika jumlah penyalahguna
narkoba semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Akibat Narkoba Bagi
Individu dan Lingkungan Sosial
Penggunaan narkoba berkelanjutan akan memberikan dampak negatif bagi Individu pengguna dan lingkungan sosialnya. Bagi pecandu sendiri, penggunaan zat adiktif yang
terkandung pada narkoba akan memberikan pengaruh terhadap pusat kenikmatan pada
otak (hipotalamus). Menggunakan narkoba dapat memanipulasi cara kerja bagian
otak ini. Narkoba menghasilkan perasan tinggi/high yang mengubah susunan
biokimia molekul pada sel otak. Zat yang terkandung dalam narkoba mengubah
“persepsi” otak penggunanya terhadap kenikmatan. Jika awalnya otak berpikir
bahwa rasa nikmat didapati dengan makan-makanan yang enak, mendapatkan
prestasi, bersosialiasasi dengan sahabat atau mendekatkan diri dengan tuhan,
narkoba mengubah pikiran otak penggunanya bahwa jika kita ingin kenikmatan atau
kesenangan, “gunakan saja narkoba, tak perlu susah-susah”. Jika digunakan
terus-menerus, otak akan menganggap narkoba sebagai kebutuhan prioritas
sehingga menyebabkan candu. Maka tak heran jika kita mendapati pengguna narkoba
yang kurus kerontang karena kebutuhan untuk makan bukan lagi menjadi prioritas
utama. Penggunaan narkoba yang tak henti akan menyebabkan gangguan kejiwaan
atau kematian bagi penggunanya.
Bagi
remaja, penggunaan narkoba menyebabkan pengaruh yang lebih fatal karena
menyebabkan terhambatnya perkembangan. Remaja yang dikenal sebagai usia
bermasalah akan menjadikan narkoba sebagai pelarian terhadap masalah-masalah
hidup yang dihadapinya. Alih-alih menghadapi masalah untuk terus mengembangkan
diri, narkoba justru menggantikan rasa puas dan nikmat yang semestinya didapat
ketika permasalahan berhasil diselesaikan.
Selain itu, banyaknya pengguna narkoba di suatu tempat menyebabkan tak amannya
lingkungan tersebut. Tingkat kriminalitas seperti pencurian dan perkelahian
(tawuran) meningkat. Para orang tua akan menjadi khawatir jika anak-anaknya
ikut-ikutan menggunakan narkoba. Coba saja pembaca bayangkan, jika satu
pengguna narkoba dikuti satu saja pengguna baru dalam satu tahun, maka tahun
depan pengguna narkoba akan bertambah dua kali lipat. Narkoba juga menyebabkan masalah kesehatan di suatu lingkungan. Penggunaan
jarum suntik oleh pecandu akan menyebabkan meningkatnya kasus AIDS. Menurut
kementrian kesehatan RI per desember 2013, setidaknya terdapat 257 (4.58 %)
kasus baru AIDS yang disebabkan oleh penggunaan narkoba melalui suntikan.
Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, akibat penggunaan narkoba semakin
mengkhawatirkan dengan masuknya golongan produktif dan usia muda sebagai
pemakai narkoba. Berdasarkan data BNN, dari sekitar 4, 2 juta orang penyalahguna narkoba di Indonesia, 70% merupakan pekerja, 22% pelajar dan mahasiswa, dan 8% adalah pengangguran. Data di atas sungguh mengkhawatirkan karena banyak golongan muda yang merusak dirinya sendiri karena narkoba. Bisa dibayangkan bagaimana narkoba mampu merusak masa depan generasi muda kita.
Fenomena
penggunaan narkoba di Aceh secara khusus dan Indonesia secara umum ini ibarat
titik-titik api yang muncul dari ranting-ranting pohon di hutan rimba. Jika
tidak dipadamkan secepatnya, api akan merambat keseluruh bagian pohon dan
membakar pohon di sebelahnya. Dalam hal ini, apabila tak dihentikan,
penyalahguna narkoba akan merusak dirinya sendiri, mempengaruhi lingkungan
sekitarnya dan secara kolektif mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pentingnya Rehabilitasi
Narkoba
Melihat dampak-dampak buruk dari penggunaan narkoba seperti yang telah dijelaskan di atas, maka rehabilitasi merupakan hal yang penting bagi setiap penyalahguna dan pecandu narkoba. Kegiatan pemulihan dan pengobatan dalam proses rehabilitasi mampu membuat penyalahguna lepas dari kecanduan narkoba. Namun begitu, pentingnya
rehabilitasi tidak hanya terbatas`pada manfaat yang didapat dari aktifitas pengobatan dan pemulihan. Rehabilitasi juga dinilai sangat penting sebagai upaya pemberantasan
bisnis haram ini. Pernahkan pembaca mendengar selogan atau hukum yang berbunyi di mana ada pembeli, di situ ada penjual? Semua
sektor usaha sepertinya memegang selogan atau hukum ini. Pembeli yang banyak
selalu saja mampu menarik orang lain untuk membuka lapak usaha. Hukum dan selogan
ini berlaku mulai dari penjajak mainan anak-anak di keramaian, sampai
pusat-pusat perbelanjaan yang selalu muncul di kota besar. Hal ini berlaku
tidak hanya pada bisnis yang halal tapi juga berlaku pada bisnis haram yang
satu ini.
Maka
tak salah jika pemberantasan narkoba melalui jalur hukum dengan menangkap
pengedar menjadi sesuatu yang sulit. Karena bagaimanapun, akan ada orang-orang
yang tertarik menjual selama jumlah pecandu makin banyak. Banyaknya pecandu narkoba di Indonesia menjadi angka yang
menggiurkan bagi sebagian orang untuk tetap membuka “lapak-lapak” narkoba yang
baru.
Maka
dari itu, salah satu cara untuk memberantas bisnis haram yang satu ini adalah
dengan "menghilangkan" pembelinya. Bukankah salah satu alasan terbesar
bangkrutnya para pengusaha atau pedagang adalah karena menghilangnya sebagian
besar pelanggan? Dengan kata lain, rehabilitasi penyalahguna narkoba merupakan
cara yang sangat penting untuk menghilangkan pelanggan dari bisnis haram ini.
Gerakan Rehabilitasi
100.000 Penyalahguna Narkoba Sebagai Gerakan Bersama
Rehabilitasi penyalahguna narkoba merupakan hal yang penting, namun sayangnya masih sangat sedikit jumlah pecandu yang berhasil direhabilitasi. Menurut BNN, jumlah pengguna narkotika yang
direhabilitasi baru sebanyak 18.000 orang dari 4,2 juta pengguna di Indonesia.
BNN dengan empat rumah sakit hanya mampu merehabilitasi 2.000 orang, sedangkan
swasta merehabilitasi 16.000 orang. Padahal idealnya jumlah pengguna yang
direhabilitasi saat ini minimal 400.000 orang. Bahkan sebelumnya BNN hanya mampu
merehabilitasi 2000 penyalahguna narkoba per tahun. Ini
berarti butuh waktu sekitar 2000 tahun jika hanya mengandalkan BNN untuk
merehabilitasi penyalahguna narkoba.
Melihat
kenyataan di atas, maka pada awal tahun 2015, Pemerintah bersama Badan
Narkotika Nasional merangkul berbagai pihak dalam mendeklarasikan dan menyukseskan Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba. Pihak-pihak yang terlibat meliputi TNI, Polri, lembaga-lembaga pemerintah, pihak swasta, mahasiswa, kelompok masyarakat dan banyak lainnya. Untuk menyukseskan program ini, BNN sudah bersusah payah untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak agar tersedianya fasilitas rehabilitasi di daerah-daerah. Bahkan, BNN juga turut melibatkan TNI Polri agar barak-barak yang tidak terpakai bisa digunakan untuk rehabilitasi.
Yang perlu kita lakukan sekarang adalah membantu sebisa mungkin untuk menyukseskan gerakan ini. Menyukseskan gerakan ini bukan hanya kewajiban BNN saja melainkan juga kewajiban bersama, karena sukses dan tidak suksesnya gerakan ini akan mempengaruhi keberlangsungan generasi cemerlang di masa mendatang. Sukses atau tidak suksesnya gerakan ini akan memberikan pengaruh terhadap kualitas lingkungan bagi anak cucu di masa depan. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menyukseskan Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba ini? Menurut penulis, setidaknya terdapat dua upaya yang bisa kita lakukan.
Pertama, yang harus kita lakukan adalah merubah persepsi kita dan lingkungan sekitar terhadap penyalahguna narkoba. Salah satu kendala dalam merehabilitasi penyalahguna narkoba adalah stigma negatif oleh kita dan masyarakat yang ditempelkan kepada penyalahguna narkoba. Hal yang sama juga berlaku meski mereka telah direhabilitasi. Mereka dikucilkan bukan saja oleh para tetangga namun oleh keluarga sendiri. Akibatnya penyalahguna narkoba makin terpuruk dengan kebiasaan buruk ini karena tidak ada yang bersedia membantu mereka untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi. Sedangkan bagi yang sudah direhabilitasi, Narkoba kembali menjadi pilihan yang “menyenangkan” kala lingkungan sekitar tak bersedia sepenuh hati menerimanya kembali.
Yang perlu kita lakukan sekarang adalah membantu sebisa mungkin untuk menyukseskan gerakan ini. Menyukseskan gerakan ini bukan hanya kewajiban BNN saja melainkan juga kewajiban bersama, karena sukses dan tidak suksesnya gerakan ini akan mempengaruhi keberlangsungan generasi cemerlang di masa mendatang. Sukses atau tidak suksesnya gerakan ini akan memberikan pengaruh terhadap kualitas lingkungan bagi anak cucu di masa depan. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menyukseskan Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna Narkoba ini? Menurut penulis, setidaknya terdapat dua upaya yang bisa kita lakukan.
Pertama, yang harus kita lakukan adalah merubah persepsi kita dan lingkungan sekitar terhadap penyalahguna narkoba. Salah satu kendala dalam merehabilitasi penyalahguna narkoba adalah stigma negatif oleh kita dan masyarakat yang ditempelkan kepada penyalahguna narkoba. Hal yang sama juga berlaku meski mereka telah direhabilitasi. Mereka dikucilkan bukan saja oleh para tetangga namun oleh keluarga sendiri. Akibatnya penyalahguna narkoba makin terpuruk dengan kebiasaan buruk ini karena tidak ada yang bersedia membantu mereka untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi. Sedangkan bagi yang sudah direhabilitasi, Narkoba kembali menjadi pilihan yang “menyenangkan” kala lingkungan sekitar tak bersedia sepenuh hati menerimanya kembali.
Padahal
(seperti analogi di atas), penyalahguna narkoba merupakan pohon yang merupakan
korban dari api yang menjalari ranting-rantingnya. Kenyataan bahwa api yang
menjalari ranting-rantingnya juga mampu membakar pohon sekitar (merusak
lingkungan sekitar) merupakan akibat lain dari ketidakmampuannya untuk lepas
dari api (narkoba). Oleh karena itu, kita perlu memandang secara adil dan
objektif bahwa penyalahguna narkoba merupakan korban yang perlu dibantu. Jika
ada pohon yang terbakar rantingnya, apakah kita memusuhi dengan menebang batang
utama atau menyelamatkan dan membantu dengan memadamkan ranting yang terbakar
saja? Jika kita memilih memusuhi penyalahguna narkoba, hal itu seperti mematikan
kemungkinan bagi mereka untuk berkembang dan tumbuh positif bersama-sama.
Kedua, yang
bisa kita lakukan adalah melapor kepada BNN atau pihak berwajib jika ada
penyalahguna narkoba di lingkungan kita. Kenyataannya, banyak anggota masyarakat
yang cenderung enggan untuk melapor dengan berbagai alasan. Ada yang karena
tidak mau ikut campur urusan orang lain, enggan berurusan dengan polisi, sayang
jika yang dilapor masuk sel dan lain-lain. Padahal ketidakpedulian kita
sekarang terhadap rehabilitasi penyalahguna narkoba akan memberikan pengaruh
kepada masa depan anak cucu di masa depan. Ketidakpedulian dari berbagai sisi
tak bisa dibenarkan. Semua norma agama dan sosial mengajarkan kita untuk saling
membantu.
Selain
itu, kita tak perlu takut melapor karena yang dilaporkan tidak akan dipenjara
asal tidak ikut mengedarkan. Mereka tidak akan dipenjara melainkan
direhabilitasi. Asalkan bersedia melaporkan diri, penyalahguna narkoba dapat dihukum dengan proses rehabilitasi. Oleh karena itu, pecandu narkoba yang cukup umur dan pembaca yang memiliki keluarga pecandu narkoba diwajibkan melapor untuk mendapatkan fasilitas rehabilitasi. Banyak undang-undang yang mengatur bahwa penyalahguna narkoba
yang sudah candu wajib untuk direhabilitasi. Misalnya, Pasal 54 UU Nomor 35
Tahun 2009 menyebutkan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan
narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Hal ini pun
sejalan dengan Pasal 103 ayat 1 yang menyatakan bahwa hakim yang memeriksa
perkara pecandu Narkotika dapat memutuskan untuk memerintahkan yang
bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika
Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana
Narkotika.
Selain
itu, biaya rehabilitasi pun ditanggung oleh negara sehingga tak memberatkan
keluarga-keluarga yang anggota keluarganya menjadi pecandu narkoba. Jadi,
alasan apalagi untuk tidak melapor?
Kita bisa apa?
Rehabilitasi merupakan sebuah usaha untuk mengurangi jumlah pengguna narkoba dengan cara mengobati. Lalu, upaya apa yang dapat kita lakukan untuk agar kita dan orang-orang di lingkungan
sekitar tak terjerumus ke perilaku buruk ini? Lagipula jika mampu mencegah,
buat apa rehabilitasi. Bukankah ungkapan mencegah lebih baik daripada mengobati mewakili hal ini? Buat apa menghabiskan
tenaga, uang, dan pikiran yang tak sedikit untuk mengobati jika kita mampu
mencegahnya sedini mungkin? Oleh karena itu, berikut adalah upaya-upaya yang
dapat kita lakukan untuk mencegah penyalahgunaan narkoba lebih luas:
- Menciptakan 'kenikmatan' di kehidupan
nyata
Telah dijelaskan di atas, bahwa narkoba mampu memanipulasi sikap otak terhadap rasa nikmat. Narkoba seolah berkata pada otak, “ayolah, buat apa susah-susah usaha kalau sama aku aja kamu bisa senang”. Oleh karena itu, yang perlu kita lakukan adalah menciptakan kenikmatan-kenikmatan sejati di kehidupan nyata sehingga kita cukup bahagia tanpa perlu mencicipi narkoba. Kenikmatan-kenikmatan ini bermakna luas. Hubungan yang harmonis dengan keluarga dan sahabat, memenangkan lomba dan meraih prestasi tertentu, mampu menyelesaikan tugas tenggat waktu, atau bahkan makan-makanan enak merupakan bentuk kenikmatan. Kenikmatan ini bisa saja rasa bahagia, nyaman, aman, tentram dan lain-lain. Karena perlu diingat, selain karena ikut-ikutan, banyak orang yang terlibat penyalahgunaan narkoba disebabkan karena merasa tak cukup bahagia dan tak sanggup menghadapi tekanan hidup. Menciptakan kebahagiaan dalam hidup memang sulit tapi itulah kebahagiaan yang sejati. Sedangkan narkoba hanya memberikan kebahagiaan sesaat namun merusak. - Mendekatkan diri dengan tuhan
Mendekatkan diri dengan tuhan mampu memberikan ketentraman sendiri. Buat apa mencari ketentraman sesaat dengan narkoba jika dengan tuhan ketentraman sejati bisa didapat? Merasa memiliki tuhan mampu memberikan harapan di tengah sulitnya hidup. Selain itu, kedekatan dengan tuhan mampu memproteksi diri kita dari hal negatif. Merasa dekat dengan tuhan mampu membuat kita menjauhi larangan-larangannya. Termasuk menjauhi narkoba - Menciptakan lingkungan bebas narkoba
Pada lingkungan masing-masing, kita bisa dengan sukarela mensosialisasikan bahaya narkoba. Hal ini bisa kita lakukan sambil lalu dalam obrolan-obrolan dengan teman atau membuat kegiatan khusus di desa/gampong atau sekolah bekerja sama dengan pihak-pihak terkait seperti BNN, Ulama, Polisi dan pihak lainnya untuk mensosialisasikan bahaya narkoba. Informasi yang kita sebar diharapkan akan mampu memproteksi lingkungan dari bahaya narkoba. Selain itu, melapor jika terdapat pengedar juga bermanfaat untuk menciptakan lingkungan bebas nerkoba. Dan jangan lupa, bantulah mereka yang sudah candu untuk mendapatkan fasilitas rehabilitasi. Jangan lupa, kejahatan timbul karena ada kesempatan. Jadi jangan biarkan mereka menjual barang haram itu dengan bebas. - Berikan kepedulian pada orang terdekat
Narkoba erat kaitannya dengan pelarian dari masalah hidup. Oleh karena itu, hal terkecil yang bisa kita lakukan untuk mencegah orang terdekat mengkonsumsi narkoba adalah dengan melimpahkan kepedulian dan kasih sayang. Jika anda orang tua, pedulilah terhadap permasalahan anak. Jika anda seorang kakak atau adik, jaga baik-baik saudara kandung kita. Jangan biarkan mereka melewati masalah tanpa ada yang membantu. Jangan biarkan mereka memilih narkoba karena kita memilih untuk tak peduli terhadap sesama.
Di masa darurat narkoba seperti sekarang ini, upaya rehabilitasi
dan pencegahan merupakan hal sama pentingnya untuk dilakukan. Olah karena itu,
mari kita dukung pemerintah dengan Gerakan Rehabilitasi 100.000 Penyalahguna
Narkoba-nya. Mari kita halau lingkungan kita dari bahaya narkoba. Jangan memilih untuk tak
peduli terhadap penyalahguna narkoba, karena mereka bagian dari kita. Jangan memilih
untuk acuh tak acuh terhadap bahaya narkoba di lingkungan kita, karena di sana kita tinggal bersama-sama.
****
Catatan: Jika pembaca ingin mengetahui lebih lanjut tentang
bagaimana proses rehabilitasi di provinsi masing-masing, silahkan hubungi
lembaga atau badan rehab terdekat atau menghubungi BNN di provinsi
masing-masing dengan alamat dan kontak di link berikut ini (klik di sini) atau (di sini)
Bagi masyarakat Aceh, BNNP Aceh juga bisa dengan mudah dihubungi melalui akun twitter @bnnpaceh atau Fan Page Facebook BNN Provinsi Aceh di http://www.facebook.com/BNNAceh
Referensi:
http://aceh.tribunnews.com/2014/01/02/pengguna-narkoba-di-aceh-capai-10-ribu
http://sp.beritasatu.com/home/rehabilitasi-pengguna-narkotika/68401
Manafe, Yappi. 2010. Buku Saku Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Direktorat Advokasi Narkoba Indonesia
Infodatin. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI. 2014.
http://bnnpaceh.com/2015/03/bnn-akan-gratiskan-rehabilitasi-pecandu-narkoba/
Sumber Gambar :
Bagi masyarakat Aceh, BNNP Aceh juga bisa dengan mudah dihubungi melalui akun twitter @bnnpaceh atau Fan Page Facebook BNN Provinsi Aceh di http://www.facebook.com/BNNAceh
Referensi:
http://aceh.tribunnews.com/2014/01/02/pengguna-narkoba-di-aceh-capai-10-ribu
http://sp.beritasatu.com/home/rehabilitasi-pengguna-narkotika/68401
Manafe, Yappi. 2010. Buku Saku Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Direktorat Advokasi Narkoba Indonesia
Infodatin. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI. 2014.
http://bnnpaceh.com/2015/03/bnn-akan-gratiskan-rehabilitasi-pecandu-narkoba/
Sumber Gambar :
nice, makasih atas pencerahannya bang
ReplyDeletesama2 muji :)
Deletekereennn x tulisan bg Iqbal....
ReplyDeleteMudah2an bener keren ya, hehehe makasih Mat :D
Deletelengkap ya tulisannya, menarik!!
ReplyDeleteAmiiinnn :D :D
DeleteAda sih saudara yang makek, tapi dari dulu gak berani ngapa2in karena sayang dia-nya kalo di-sel.. baru tau juga kalo ngelapor bisa direhab gratis. Bisa dipertimbangkan. makasih artikelnya.
ReplyDeleteSama2 muhajir.. :)
Delete