Dia, Saya dan Perjuangan Lulus CPNS 2018
Seumur hidup, baru dua hal yang membuat
saya terobsesi dengan luar biasa, lomba blog dan tes CPNS. Satu hal yang paling
sering saya lakukan ketika terobsesi adalah membaca banyak artikel tentang
sesuatu yang ingin saya capai. Jika ingin menang lomba blog, saya membaca
banyak pengalaman orang yang menjuarai kompetisi blog. Dan hal itu pula yang
saya lakukan ketika terobsesi untuk lulus PNS. Entah berapa kali saya tertidur
menjelang pukul tiga pagi hanya demi membaca puluhan pengalaman orang lulus PNS.
Tujuannya apa? Entah... rasanya saya
menjadi begitu semangat ketika membaca kisah-kisah itu. Lebih dari sekali saya
turut menangis membaca pengalaman orang. Dan saya sempat ber-nazar ketika di
sepertiga malam menghayati riwayat perjuangan orang lain, jika lulus PNS,
saya akan menulis juga perjuangan mendapatkan NIP. Dan disinilah saya, menulis
bukan untuk menyombongkan diri melainkan berharap tulisan ini menemukan
jiwa-jiwa yang tengah resah memperjuangkan nasib, sama seperti tulisan-tulisan
itu membakar gairah untuk menggapai asa yang saya inginkan.
Semua bermula jauh sebelum tes CPNS
diumumkan tanggal mainnya. Februari 2018, itu pertama kali saya mengenal dia.
Awalnya biasa saja, lalu akhirnya saya sadar bahwa wanita inilah yang bersedia
menerima saya apa adanya. Wanita yang selalu mencari saya entah ia butuh atau
tidak. Ketika saya sadar akan hal itu, rasa dilematis pun muncul. Saya bukanlah
seorang yang pandai menabung uang. Pekerjaan yang saya tekuni setahun terakhir
sebagai pengajar di daerah tak menghasilkan simpanan apa-apa. Pun setahun
sebelumnya, saya masih seorang mahasiswa penerima beasiswa yang ternyata tamat
cukup lama. Bagaimana bisa meyakinkan orangtuanya jika masa depan sendiri saja
belum tau akan dibawa kemana....
Jika berkomitmen bersama untuk saling
menyiapkan diri, perkiraan saya minimal butuh waktu beberapa tahun menabung.
Siapa yang tahu akan terjadi apa beberapa tahun kemudian. Dia bukan lagi gadis
remaja yang punya waktu lama untuk menunggu. Dan modal nikah bukan sesuatu yang
cukup dikumpulkan sebulan dua bulan.
Di tengah kegalauan itu, saya tetap
yakin, jika niatnya baik pasti akan dimudahkan. Bermacam skenario saya lakukan.
Menjual pulsa di asrama ketika tengah menjalani PPG di Universitas Negeri
Jakarta. Sampai menyimpan uang jajan yang tak seberapa dari negara. Saya sadar
menabung uang sekarang cukuplah terlambat, tapi siapa yang menjamin saya akan
bertemu lagi wanita sepertinya?
Sampai pada suatu tahap kemudian, aksara
CPNS mulai bersileweran di media sosial. Ya Allah, rasanya setelah itu saya
bergairah luar biasa.
Ketika pembukaan CPNS masih menjadi isu,
saya sudah membeli buku kumpulan soal CPNS. Belajar ba’da teraweh 3 bulan
sebelum pengumuman resmi CPNS 2018 dibuka. Untuk permasalahan meraih si dia,
CPNS adalah kunci. Pikirku dalam hati, tabungan boleh saja kosong, tapi jarang
orang tua yang menolak menantu PNS.
Segala artikel menarik yang muncul
setelah mengetik kata kunci “akhirnya CPNS juga” saya khatamkan. Buku tentang CPNS
pun saya beli satu lagi di kemudian hari karena buku pertama kurang lengkap. Tak
lupa juga memperpanjang sujud dengan diiringi doa, melakukan solat sunnah dan
puasa senin kamis untuk memohon ridho-Nya. Segala usaha pikiran diarahkan ke
sana meski di tengah sibuknya menempuh pendidikan profesi guru.
Untuk sesaat kegalauan menemukan
solusinya. Tapi di tengah perjuangan itu muncul kebimbangan yang lain. Apakah
saya balik ke Aceh dan ia pulang ke Medan untuk sama-sama ikut CPNS? Bagaimana
jika ternyata dia lulus dan saya juga lulus di kampung masing-masing. Bagaimana
rencana menempuh masa tua bersama jika tempat kerja berjauhan? Kami sempat
beberapa kali berdebat terkait hal ini.
Tentu kami harus tes di tempat yang
sama. Tapi stereotip antar budaya dan berbagai alasan yang tak bisa diutarakan
membuat kami memutuskan tidak ikut tes di antara Aceh atau Sumatera Utara. Untungnya
saat itu kami berdua sedang PPG di Ibukota, lokasi strategis menuju
seluruh Indonesia. Terpilihlah kalimantan barat, lokasi tempat kami pernah
mengabdi di kabupaten yang berbeda pada pertengahan 2016 hingga pertengahan
2017. Dan kali ini. Kami memilih lokasi di Sambas, tempat saya bertugas dulu. Pertimbangannya,
tempat ini tak terlalu asing bagi kami. Terpilihlah formasi di sekolah yang berbeda
namun terletak di kecamatan yang sama. Saya di SMK, dia di SMA.
Lalu, segala keriuhan tes CPNS itu pun dimulai.
Tiga kali kami mesti pulang pergi
Jakarta Pontianak dan satu kali Medan Pontianak. Sekitar pertengahan September,
kami diwajibkan mengantar berkas awal pendaftaran langsung ke Pontianak. Masih ingat
kala itu, kami berangkat dari asrama di Rawamangun, Jakarta Timur pukul 10 Malam
karena takut jika berangkat pagi sekali, tak ada kendaraan yang bisa mengantar
kami ke bandara berhubung penerbangan kami sekitar jam 7 pagi. Jika berangkat ba’da
shubuh, sudah terbayang ngerinya terjebak macet di Ibukota. Jadilah aku dan dia bergadang
di bandara Soetta. Yang terjadi adalah ia tertidur lelap di kursi tunggu sedangkan
saya memaksa tetap membuka mata karena takut tangan jahil dari keramaian orang
hingga menjelang matahari terbit. Sekitar pukul 6.30 kami terbang ke Pontianak dan
mulai menghadapi kesulitan lain di pontinak, seperti taksi bandara yang mahal, berkas
yang tak lengkap, drama salah tulis surat lamaran berkali-kali hingga debat
panjang untuk memutuskan langsung pulang di hari itu juga atau menginap semalam
dengan akibat membengkaknya biaya perjalanan karena harus mem-booking 2 kamar
hotel. Saya masih ingat herannya kawan-kawan di asrama esok harinya ketika kami
sudah nongol lagi di malam harinya. “Gak jadi ke Pontianak kalian?”, tanya
mereka.
Hari ujian SKD (Seleksi Kompetensi
Dasar) pun ditentukan beberapa minggu setelah kami mengantar berkas. Saat kembali
ke pontianak satu bulan kemudian, masih melekat di benak bagaimana rasa
sesaknya ketika layar di komputer menunjukkan hasil nilai SKD sesaat setelah
waktu ujian selesai. Rasanya baru kemarin ketika saya dengan lemas menatapnya di
lantai bawah ketika keluar dari ruang ujian yang terletak di lantai 3 itu.
Rasanya belum terlalu lama ketika saya menyeka genangan air yang sedikit
menempel di mata saat wajahnya memberi senyum yang sok tegar itu. Dia tentu
sudah tahu saya tidak lulus dari layar TV di lapangan parkir yang menampilkan
nilai peserta ujian SKD secara live ketika mengerjakan soal. Nilai saya cukup tingggi
secara akumulatif, tetapi gagal di passing grade bidang TKP. Satu hal yang
terpikir ketika saya menatap wajahnya, “Ya allah, perlu berapa tahun agar saya
punya cukup tabungan untuk meminangnya?”
Hasil SKD saya yang terpampang beberapa waktu setelah pengumuman. Yang Muhammad Ikbal, bukan Muhammad Iqbal |
Saya salah teknik, terlalu sibuk
dihitung-hitungan TIU sehingga menyisakan sedikit waktu untuk soal TKP. Saya
salah. Jika tahun sebelumnya soal yang menjadi momok tes CPNS 2017 adalah TWK,
tahun ini adalah TKP. Sialnya, saya tak belajar cukup di bidang soal ini karena
mengganggap remeh.
Dua hari kemudian, giliran dia yang ikut
tes. Dan kali ini, saya yang bersikap sok tegar ketika dia juga gagal mencapai
nilai ambang atas di kategori soal TKP. Sudah banyak uang dan tenaga yang kami berdua
keluarkan selama 2 kali bolak balik Pontianak Jakarta. Dan di sore yang sendu
itu, kami pun kembali ke ibukota dengan rasa yang sedikit hampa.
Sedikit.... karena ada secercah harapan yang
turut kami bawa. Faktanya, terjadi gagal massal pada tes SKD CPNS tahun 2018.
Di antara 150 peserta tes di sesi saya, hanya 4 orang yang lulus passing grade di ketiga bidang TWK, TIU
dan TKP. Sebagian besar peserta kalah di TKP. Bahkan , di sesi saya hanya 4
orang lulus. Dan dari berita-berita online yang saya baca, kasus ini terjadi di
seluruh Indonesia. Setelahnya, selain disibukkan kembali dengan kegiatan PPG,
saya mulai terobsesi beberapa jam sekali mengecek berita CPNS. Semakin
informasi masuk ke batok kepala, semakin saya gencar berdoa semoga ada kebijakan
dari pemerintah untuk mengatasi kemungkinan banyaknya formasi kosong pada penerimaan
CPNS tahun 2018.
Seperti yang kita tahu bersama, setelah
menunggu was-was sebulan lebih, Alhamdulillah doa dikabulkan Tuhan Yang Maha
Esa. Peraturan ke dua dibuat pemerintah untuk mengatasi masalah gagal massal di
SKD. Passing grade diturunkan menjadi
akumulatif 255 dengan sistem Rangking. Kami berdua pun masuk daftar peserta
yang berhak untuk ikut tes selanjutnya, tes SKB (Seleksi Kompetensi Bidang). Alhamdulillah Ya Allah.
Pada tahap ini, uang tabungan di asrama
sudah ludes, dan entah berapa banyak kami merepotkan keluarga masing-masing
karena tiket pesawat yang semakin naik. Tapi ini tes yang terakhir kali, sudah
dipuncak, tidak boleh menyerah!
Sebenarnya, tinggal sedikit lagi kami
menggenggam sertifikat pendidik yang menjadi alat sakti meraih nilai
penuh di SKB. Kami sudah lulus PPG, bahkan tinggal menunggu waktu untuk balik
ke kampung, tapi sayangnya sertifikat pendidik masih dalam proses pembuatan.
Jadi kami tetap mesti mengikuti tahapan seleksi SKB. Tapi untungnya kami masih
panas-panasnya selesai mengikuti UP (ujian pengetahuan) PPG. Ilmu kebidangan
masih segar-segarnya di ingatan kepala setelah mempersiapkan diri
berminggu-minggu menghadapi ujian terbesar bagi mahasiswa PPG itu.
9 Desember 2018, giliran saya yang deg-deg-an melihat layar TV di luar
lokasi tes SKB karena dia terlebih dahulu mengikuti tes. Satu jam setengah
saya berdiri di depan layar, fokus meilhat nilainya dan dua orang lawannya yang
juga tengah tes di ruang yang sama. Dan alhamdulillah, ia meraih peringkat
pertama dengan jarak nilai yang cukup jauh dari lawannya. Di layar yang
terletak di luar gedung itu, ia masuk nilai 5 terbesar di sesi itu, bahkan
nilai SKB tertinggi untuk jabatan formasi Guru BK. Di hari itu juga ketika giliran
nilai sendiri muncul sesaat ketika waktu ujian usai, saya tak meratap seperti 1
bulan yang lalu. Nilai saya hanya berbeda 5 poin dari wanita yang saat itu
masih berstatus calon istri.
Nilai SKB Istri |
Hari itu, 9 Desember 2018, kami pulang
ke Jakarta dengan sumringah. Sebulan setelahnya, nama kami berdua terdaftar sebagai
peserta yang lulus seleksi CPNS 2018 di Pemrov Kalimantan Barat. 15 Februari
2019, kami akhirnya menikah. Alhamdulillah....
Kini, di sinilah kami, di
sebuah kabupaten ujung barat laut provinsi Kalimantan Barat. Memulai hidup berdua, jauh
dari sanak saudara....
Subhanallah... Rencana Allh lbih indah dr apa pun
ReplyDeletealhamdulillah :)
DeleteIzin share kisahnya bang ikbal
ReplyDeletesilakan bang Andi ...
DeleteLuar biasa perjuangannya bg, salut.
ReplyDeleteBereh . Hana ubat
ReplyDelete