Kita Dan Kepeduliaan Akan Korban Kecelakaan
Ilustrasi : Okezone.com |
Tadi sore, seorang teman datang dengan wajah muram. Wajahnya datar, seperti sedang
berpikir ke ruang yang jauh dari tempat kami ngumpul sore itu. Jalannya terseok
dan ada semacam tanah kotor yang membasahi celana kain yang melekat tepat di
lutut sebelah kanan. Si teman sedikit meringis ketika mencoba menekuk lutut
untuk duduk. “Saya jatuh tadi”, tukasnya seolah menjawab pertanyaan
heran yang jelas terpampang di wajah sebagian besar dari kami.
Seorang
teman yang cenderung ceplas-ceplos di antara kami pun dengan cepat mengejek.
“Alah, manja kali! Baru jatuh dikit aja udah nangis”.
“Jatuhnya
gak seberapa, malunya itu yang bikin gak tahan,” balas teman yang baru datang
tadi dengan datar. Lalu, ia pun menceritakan bagaimana kecelakaan kecil yang baru
dialaminya tadi bisa sangat memalukan.
Awalnya
perjalanan Si Teman biasa saja. Kecepatan sepeda motornya pun tak lebih dari 40
KM/Jam. Namun ketika ia mesti rem mendadak di atas tanah berpasir, di situlah
masalah bermula. Ban depannya tak mampu menggengam permukaan aspal dan
terpeleset. Motor yang dikemudikannya jatuh menyamping ke kanan. Karena
kejadian yang cepat, ia tak sempat menurunkan kaki untuk menahan beban motor. Lutut
sebelah kanannya pun terjepit badan motor.
Bagi
pengguna jalan lain, itu merupakan insiden biasa yang tentu saja bisa diatasi
oleh Si Teman yang kebetulan berbadan kekar itu. Namun sayang, jatuh menyamping
seperti itu menyebabkan dirinya terjatuh dengan posisi membelakangi sepeda
motor dan kaki kanan yang terjepit badan motor. Mengangkat badan motor yang
berat dengan posisi membelakangi seperti itu sangatlah sulit. Apalagi, rasa sakit
luar biasa mesti dirasakan setiap kali kaki kanannya tertekuk dan tertekan berat
badan motor dalam upayanya mendirikan kembali sepeda motornya. Selama beberapa
menit ia berusaha sendirian mengangkat motor dalam posisi yang tidak
memungkinkan itu sebelum akhirnya dibantu dua pengendara motor lain. Bagi Si
Teman, beberapa menit itu merupakan momen memalukan yang berlangsung seolah tak
ada akhir. Dia sungguh heran bukan main, kenapa banyak pengguna jalan hanya
memperhatikan tanpa mau menolongnya. Baginya, tatapan banyak orang dikala
dirinya kesusahan sungguh membuatnya malu.
Apakah
pembaca pernah jatuh dari sepeda motor seperti kasus teman saya tadi di atas?
Terkadang, rasa sakit akibat jatuh memang tidak seberapa, tapi rasa malunya
pasti tak tertahankan. Apalagi jika tak ada pengguna jalan lain yang menepikan
kendaraannya. Memang sih kita bisa bangun sendiri dan tidak terlalu banyak
cedera, tapi rasa malu diabaikan dan menjadi tontotan orang yang lalu lalang
seringkali melebihi luka fisik.
Mungkin
banyak dari pembaca yang belum mengalami yang namanya “mencium aspal” sehingga
tidak mengetahui perihal malunya orang yang jatuh tapi tidak ada yang menolong.
Hal ini bisa saja menjadi penyebab pikiran “alah, palingan bisa bangun sendiri”
bagi banyak pengguna jalan. Walaupun begitu, menjadi peka bukan berarti mesti
lebih dulu merasakan hal yang sama menyakitkan bukan? Buktinya, banyak kok
orang kaya dari lahir yang peduli dengan orang miskin tanpa perlu merasakan
bagaimana susahnya hidup miskin.
Pada
dasarnya, memang kecelakaan kecil dapat diatasi oleh banyak pengguna jalan yang
mengalami insiden kecil. Namun, berhenti sejenak dan menawarkan bantuan akan
sangat membantu dalam memulihkan kepercayaan diri pengendara yang baru saja
jatuh.
Hal
yang sama juga berlaku bukan saja pada korban yang sial karena kecelakaan.
Melainkan juga karena kesialan yang menjadi tontonan umum.Jika pembaca
mendapati ada pengendara sepeda motor yang kehabisan BBM, tawarkan untuk
membeli. Jika mogok, tawari untuk mendorong. Jika pembaca menemui satu keluarga
kecil yang tengah mendorong sepeda motor di pinggir jalan, tawarkan tumpangan
untuk istri dan anak si pengendara motor ke tempat penambalan ban terdekat.
Jika
dipikir-pikir, memang hal ini terlalu sepele. Tapi coba diganti posisi.
Bayangkan jika pembaca yang mendorong sepeda motor di bawah matahari tanpa ada
yang bertanya atau menawarkan bantuan. Dan bayangkan bagaimana membuncahnya
rasa berharga ketika ada orang lain yang menawarkan bantuan.
Karena
yang perlu diingat sekali lagi, terkadang rasa sakit psikis lebih terasa
menyengat dibanding rasa sakit fisik. Mari peduli!
Post a Comment for "Kita Dan Kepeduliaan Akan Korban Kecelakaan"