Belajar Dari Ketidaknyamanan
Banyak kisah atau bahkan teori-teori
perkembangan yang mengemukakan bahwa lingkungan yang “mendukung” akan mampu
membuat seseorang berkembang pesat dengan potensinya. Itulah sebabnya, lembaga
pendidikan formal maupun formal (termasuk keluarga) diharapkan bisa menciptakan
lingkungan belajar yang mampu mengembangkan potensi anak. Namun pertanyaannya,
apakah yang dimaksud lingkungan “mendukung” itu? Apakah lingkungan nyaman yang bisa
menyediakan segala kebutuhan sehingga seseorang mampu berkembang dengan
fasilitas yang ada? Atau ketidaksempurnaan lingkungan sekitar yang menempanya
menjadi pribadi yang lebih kuat dan lebih baik dari sebelumnya?
Jika kita bisa memilih, tentu
saja banyak orang yang akan memilih lingkungan nyaman yang terus mampu membuat
kehidupan berkembang. Dan itu bukan suatu hal yang aneh jika diinginkan oleh
semua orang, termasuk saya. Maka ketika saya ditempatkan di tempat yang jauhnya
ribuan kilometer dari tempat saya selama ini tinggali, bukan suatu hal yang
aneh jika saya merasa khawatir dengan segala kemungkinan yang ada.
Nama saya Muhammad Ikbal. Saya
adalah salah satu Guru Muda dari program SM3T yang digagas oleh Kemendikbud dan
Dikti. Asal saya dari Aceh dan bertugas sebagai Guru Muda SM3T bidang bimbingan
dan konseling di Kabupaten Sambas, Kalimantas Barat, Tepatnya di SMA N Salatiga, Kecamatan
Salatiga. Jika anda mencari di google, nama kecamatan tempat saya ditempatkan
kalah pamor dibandingkan dengan nama kecamatan yang sama di Jawa Tengah. Maklum
saja, selain bertempat jauh dari “pusatnya” Indonesia, kecamatan ini merupakan
kecamatan baru hasil pemekaran dari kecamatan terdekatnya, Pemangkat.
Memegang status sebagai Guru Muda
yang dikirim oleh pusat untuk mengajar di daerah tentu saja membuat beban
tersendiri. Sudah pasti harapan mereka di daerah pada kami yang baru datang
sangat tinggi. Saya tidak akan mengatakan bahwa saya tidak bisa apa-apa, hanya
saja, harapan besar itu sedikit membebani bagi saya yang belum memiliki banyak
pengalaman di sekolah. Apalagi bidang yang saya
emban, yakni bimbingan dan konseling, masih sarat dengan berbagai
kesalahpahaman yang membuat layanan BK tidak berjalan optimal. Jangankan di
daerah, di perkotaan saja masih banyak kesalahpahaman BK yang bisa ditemukan.
Belum lagi masalah lain yang disebabkan oleh kekurangan sarana dan prasaranan
di sekolah.
Dan itulah tantangan saya setahun
ke depan. Apakah saya mampu mengatasi masalah itu? Apakah saya mampu
beradaptasi dengan baik?
Insyaallah saya akan berusaha dan
belajar dengan sungguh-sungguh. Hanya itu jawaban saya. Dan semoga setelah
setahun di sini, lingkungan yang “tak nyaman” ini mampu membuat saya menjadi
pribadi yang lebih baik, lebih luwes, lebih percaya diri, lebih antusias dan
menjadi pembelajar abadi yang belajar banyak dari berbagai hal. Amiiiin.
Sambas,
6 September 2016. 02:57 PM
Post a Comment for "Belajar Dari Ketidaknyamanan"