Jakarta,Pulang atau Pergi?
Dejavu, itu yang terbayang
dibenak ketika membayangkan kembali mengunjungi tempat yang begitu akrab di
masa lalu. Saat kaki akan menapaki jalan yang begitu akrab dengan sesekali
menebak apa yang telah berubah dan apa yang tetap bertahan dimakan zaman.
Pertengahan 2006, mereka meninggalkan kota yang terletak di selatan pusat
pemerintahan Indonesia. Sebuah kota semrawut yang menjadi rumah bagi sebuah
universitas bergengsi di pinggiran ibukota. Kota yang sejauh ingatan berjalan,
telah menjadi rumah pertama baginya. Sebuah daerah padat penduduk yang telah 13 tahun mereka sekeluarga diami dan 12
tahun mereka tinggalkan. Baginya, Depok kini telah berubah dari teguhnya
langkah kaki di masa lampau menjadi labirin pikiran yang menjebak kenangan.
Jakarta, memiliki gambaran yang
berbeda di kepalanya. Ia adalah sebuah kota di mana dia menghabiskan Sekolah
Menengah Pertama. Tempat superpanas dengan gambaran khas ibukota Indonesia,
tawuran antar pelajar dan kehati-hatian menjaga isi kantong di tengah
keramaian. Sebuah kota yang membuka wawasan akan luasnya dunia. Daerah padat
penduduk dengan sebuah sekolah penggurat senyum di wajah bocah melankolis nan
pendiam itu. Sebuah ibukota yang dengan pengalamannya melatih keceriaan di
wajah bocah yang sering memamerkan muka murung dan tak berekspresi.
Dan kini, beberapa hari lagi,
kota itu akan menampilkan kembali wajahnya di depan mata. Sebuah wajah kota yang
selama ini hanya digambarkan oleh pembawa berita di layar kaca dengan kabar
yang semakin lama didengar semakin membuat resah, entah kenapa.
Kali ini, dua kota itu hadir
dengan tak hanya membawa kenangan saja, melainkan juga asa. Kenangan yang
kembali terpantik karena masih ada bocah kecil di tubuh dewasa itu. Asa yang
membuncahkan harapan baru pada lelaki yang kembali hadir di kota tempat dirinya
tak lagi sama dengan bocah puluhan tahun lalu itu.
Baginya, Jakarta kali ini bermakna
pulang dan pergi. Semoga saja, setahun di sana, kepergiannya dari kota lahirnya
membuahkan hasil yang dicita. Semoga saja, kepulangannya ke rumah pertamanya
melatihnya untuk melafalkan “ini perjuangan” di hati pada saat-saat susah,
bukan “ya sudahlah” bagai benda kuning mengambang yang pasrah dibawa sungai
hitam entah kemana.
Banda Aceh, 31 Januari 2018
So sad when read it ;((
ReplyDelete