Ptolemy’s Gate : Kisah Akhir dari The Bartimaeus Trilogy
Judul : The Golem’s Eye
Pengarang : Jonathan Stroud
Penerjemah : Poppy Damayanti Chusfani
Bahasa : Indonesia
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Banyak Halaman : 576 , 20cm
Terbit : 2014
Serial : The Bartimaeus trilogy, buku ke 3
Genre : Fantasy , Horor
Kepercayaan. Bartimaeus
menekankan itu. Ptolemy mau mempercayainya sepenuhnya. Hasilnya, hubungan
mereka menjadi tanpa batas (Hlm. 297)
Setelah
“keberhasilannya” dalam menghancurkan Golem dan merebut kembali Tongkat
Gladstone dari tangan kelompok Resistance,
karier Nathaniel kembali beranjak naik. Ia menjadi mentri paling muda dalam
anggota dewan dan menjadi mentri paling terkenal di antara para commoner.
Kedudukan dan
jabatan tinggi yang didapatnya tidak serta merta membuatnya bahagia.
Protes-protes para commoner yang meningkat setiap hari dan makin banyaknya
jumlah para commoner yang memiliki kekuatan aneh serta tahan sihir membuat
Nathaniel gusar. Kejadian para demon diserang atau terlihat pada anak-anak muda
commonermeluas di mana-mana. Selain
itu, situasi semakin rumit bagi Nathaniel dengan banyaknya orang-orang dalam
pemerintah yang bisa saja berkhianat pada dirinya atau perdana mentri, Rupert
Devereux.
Di sisi lain, Kitty
yang dianggap telah meninggal berusaha membangun kehidupan baru dengan
identitas baru. Selama tiga tahun, Kitty sembunyi-sembunyi mempelajari ilmu
sihir untuk kembali meneruskan ideologi lama, yaitu menggulingkan pemerintahan
penyihir yang semena-mena dan menyamaratakan derajat Commoner dengan penyihir. Ia menjadi begitu tertarik dengan
perbincangan terakhirnya dengan Bartimaeus. Tentang pola yang sama berkaitan
dengan jatuhnya kepemimpinan dan kekuasaan penyihir dari abad ke abad. Ia pun
berniat meminta bantuan si jin tua.
Bartimaeus pun
memiliki masalah sendiri. Pengetahuannya tentang nama lahir masternya,
Nathaniel, seolah membuat masternya tak rela membebaskannya. Nathaniel seolah
takut jika namanya akan terbongar ke penyihir lain jika ia membebaskan
Bartimaeus. Oleh karena itu, tubuh Bartimaeus menjadi lemah karena terlalu lama
di bumi. Ia butuh energi yang hanya bisa didapat dengan kembali ke Dunia Lain.
Di lain tempat,
para pengkhianat pun terus bergerak menjalankan rencananya. Bartimaeus pun
kembali terlibat sebagai budak yang membantu Nathaniel untuk mengungkap siapa
dan apa rencana si pengkhianat. Namun begitu, lemahnya roh Bartimaeus
menyebabkan rencana pengintaian menjadi berantakan. Posisi Nathaniel sebagai
menteri penerangan pun menjadi suram karena “ulah” Bartimaeus dan belas
kasiahnya kepada jin itu.
Hubungan antara
Bartimaeus dengan Nathaniel semakin memanas. Ketidakpercayaan antara
keduanya semakin menambah ketegangan di antara mereka. Nathaniel pun semakin
geram dengan si demon ketika
mengetahui Bartimaeus membohonginya.
Di tengah posisi
rumit Nathaniel karena ulah Bartimaeus, di sela-sela usaha kitty untuk memikat
Bartimaeus dengan rencananya, dan di tengah situasi negara yang penuh pergolakan
commoner, rencana para pengkhianat pun berakhir dengan kekacauan di seluruh
kota. Sanggupkah Nathaniel dan Bartimaeus meredam segala kekacauan yang semakin
meluas? Berhasilkah Kitty menjalankan rencana yang telah disusunnya selama 3
tahun? Akankah kisah ini berakhir bahagia seperti kisah-kisah lainnya?
****
Jempol ke atas buat
novel ini. Sebelumnya, saya pikir hanya kisah romance yang mampu membuat pembacanya nangis haru biru. Tapi
setelah halaman terakhir ditutup, persepsi itu berubah. Ptolemy’s Gate sebagai
novel fantasi mampu membuat mata saya basah akan air mata. (eyyak)
Dari tiga buku The
Bartimaeus Trilogy, buku ini menurut saya yang paling bagus. Jika pada buku ke
duanya POV (point of view) Kitty terasa membosankan, pada buku yang ke tiga ini,
Jonathan Stroud mampu menciptakan sudut cerita yang tidak membosankan dari tiga
tokoh utama. Apalagi percakapan-percakapan dan debat-debatnya, bener-bener
bikin mikir dan nambah sudut pandang.
Pada Ptolemy’s
Gate, pembaca akan membaca kisah flashback
antara Bartimaeus dengan masternya terdahulu, Ptolemy, seorang master berdarah
bangsawan raja-raja mesir. Awalnya mungkin pembaca kurang mengerti apa hubungan
kisah Ptolemy dengan Bartimaeus pada tahun 125-124 SM dengan kisah Barty dan
Nathaniel pada zaman kini, tapi tenang, Jonathan Stroud benar-benar memberikan
kejutan di akhir cerita.
Selain itu, gaya
bahasa dalam Ptolemy’s Gate benar-benar menarik dan selalu membuat penasaran
pembaca untuk melanjutkan membaca. Apalagi ketika secara bertahap-tahap satu-satu
identitas si pengkhianat semakin jelas, sungguh bikin penasaran. Yah, mungkin
kelemahan buku ini hanya satu yang saya dapat, tokoh utama pengkhianatnya
gampang tertebak. Namun begitu, kelemahan ini tertutup dengan kejadian
mengejutkan akibat rencana para pengkhianat.
Ide utama dalam
buku ini pun cukup menarik. Jonathan Stroud mampu menggambarkan bagaimana
kepercayaan dapat membuat seorang bersedia berkorban demi orang lain. Bahwa
pihak lain yang paling dianggap rendah seperti demonpun butuh dipercayai untuk mendobrak pembatas yang menghalangi
sebuah hubungan.
Sebenarnya saya mau
nulis lebih banyak lagi tentang buku ini, tapi yakin aja deh kalau buku ini bagus
(maksa). Secara subjektif, buku ini saya kasih nilai 5 dari 5. Ketinggian ya?
Post a Comment for "Ptolemy’s Gate : Kisah Akhir dari The Bartimaeus Trilogy"