The Golem’s Eye : Lucunya Humor Sarkastik Dari Jin Yang Cerewet
Judul : The
Golem’s Eye
Pengarang : Jonathan
Stroud
Penerjemah : Poppy
Damayanti Chusfani
Bahasa : Indonesia
Penerbit : PT Gramedia
Pustaka Utama
Banyak Halaman : 623 ,
20cm
Terbit : 2014
Serial : The
Bartimaeus trilogy, buku ke 2
Genre : Fantasy ,
Horor
....Ia buka demon, bukan penyihir‒‒ia lebih baik dari mereka.... (Hlm:582)
The
Bartimaeus Trilogy adalah novel trilogi yang terbeli karena penasaran dari berbagai
review yang memberikan penilaian
bagus pada seri buku ini. Saya sudah membaca novel pertamanya, The Amulet Of
Samarkand, tapi entah mengapa saya lupa merangkumnya dalam blog pribadi. Jadi
mumpung novel keduanya, The Golem’s Eye, baru selesai dibaca, lebih baik
ditulis di sini biar enggak cepat
lupa.
Pada
buku ke dua ini, Jonathan stroud selaku pengarangnya menyambung cerita setelah berhasilnya
Nathaniel menyelamatkan The Amulet Samarkand dari Simon Lovelace yang ingin
menggunakannya untuk menggulingkan kekuasaan perdana mentri Inggris. Kisahnya
bisa dibaca di novel pertama. Walaupun kejaidian tersebut di satu sisi juga menghancurkan
kehidupan masternya yang terdahulu, keberhasil tersebut juga membuat ambisinya
untuk masuk ke lingkaran penyihir berkuasa pun tercapai.
The
Golem’s Eye bercerita mengenai Nathaniel (kini bernama John Mandrake) yang berusaha untuk terus dianggap sebagai
penyihir muda yang berbakat. Di lingkaran para penguasa inggris, namanya sudah
cukup mentereng mengingat umurnya yang masih muda. Namun begitu, ia harus
menghadapi sikap sinis dan tak bersahabat dari beberapa orang ternama yang
merasa tersaingi. Terutama sikap MR. Henry Duvall yang terus-terusan menyudutkan
ketidakmampuan Departemen Dalam Negeri (tempat Nathaniel dan Masternya
bertugas) dalam menghadapi berbagai kekacauan yang muncul.
Keinginannya
untuk terus menyenangkan masternya sekarang, Ms. Jessica Whitwell dan mencuri
hati Perdana Mentri, Mr. Rupert Devereaux ternyata mengalami banyak halangan.
Kemunculan makhluk misterius yang memporakporandakan tempat terpenting di
Inggris dan perlawanan dari kelompok Resistance
membuatnya bingung dan terdesak. Mau tak mau ia pun memanggil Jin cerewet
dan jahil yang bernama Bartimaeus untuk membantunya.
Bartimaeus
pun tidak bisa melawan karena mantra yang mengikatnya. Jika ia melawan
masternya, akan ada hukuman yang menyiksa ruhnya. Namun begitu, karena ia
mengetahui nama lahir masternya, ia pun sedikit memiliki kebebasan untuk
bersikap jahil pada masternya. Untuk diketahui, seorang penyihir diharuskan
untuk menyembunyikan nama lahirnya dari siapapun, terutama dari penyihir lain
dan para demon. Mengetahui nama lahir
seorang penyihir akan memudahkan para penyihir lain untuk merapalkan mantra
untuk membunuh penyihir lawannya dan menjadi alat bagi demon untuk membalas hukuman yang diberikan masternya. Nyatanya,
sedikit kesejajaran hubungan antara Nathaniel dan Barty membuat aksi mereka
untuk melawan perusuh kota menjadi menegangkan dan lucu secara bersamaan.
Di
lain pihak, para pemberontak yang bernama Resistance
pun memiliki cerita sendiri yang bisa membenarkan perilaku memberontak mereka. Kelompok
Resistance ini dipersatukan oleh
keinginan untuk membalas dendam akibat pengalaman buruk di masa lalu dengan
para penyihir dan dipersatukan oleh kekuatan unik yang jarang orang lain
miliki. Jonathan Stroud mengisahkan aksi para Resistance dari sudut pandang
Kitty. Dalam The Golem’s Eye, kelompok Resistance
menyadari bahwa aksi mereka selama ini kurang memberikan efek besar supaya kekuasaan
penyihir runtuh. Dengan bantuan orang misterius, mereka pun merencanakan pencurian
benda magis berkekuatan besar yang mampu menghancurkan kekuasan penyihir
inggris. Walaupun benda magis yang tidak diketahui kekuatannya berhail dicuri,
sebagian besar rencana tak berjalan sesuai keinginan bagi kelompok itu.
Berbagai
kejadian yang awalnya terpisahpun akhirnya saling berhubungan. Kehadiran mahluk
misterius yang merusak dan hilangnya benda berkekuatan magis yang besar
menyebabkan tekanan dipundak Nathaniel semakin besar. Mampukah Nathaniel
beserta Jinnya, Barty mengalahkan mahluk misterius yang merusak dan kelompok
Resistance secara bersamaan? Mampukah Nathaniel mengembalikan kepercayaan
perdana mentri dengan merebut kembali benda magis berkekuatan besar tersebut dari
kelompok Resistance? Bagaimana nasib Kitty dan kelompok Resistance-nya setelah
rencana mereka hancur berantakan?
*****
The
Golem’s Eye merupakan novel tertebal dibandingkan dengan dua novel lain dari
seri The Bartimaeus Trilogy. Jika novel pertamanya terdiri dari dua POV (Point
Of View), novel keduanya merangkum cerita dari tiga POV sekaligus yaitu POV
Nathaniel, Barty dan Kitty.
Selama
membalik-balikkan halaman, saya berkali-kali tertawa ngakak membaca tingkah
laku dan humor sarkastiknya Barty. Jahilnya gak ketulungan dan komentarnya
betul-betul mengena pada lawan bicaranya. Terkadang, ketika cerita sudah cukup
menegangkan, kita bisa tertawa ngakak tiba-tiba karena tingkah si Barty. Menurut
saya, ini salah satu kelebihan dari buku ini, menegangkan dan lucu di waktu
bersamaan. Apalagi paada catatan-catatan kaki di POV Barty (Jadi keinget skripsi
jaman dulu yang ada footnote nya). Catatan-catatan
kaki dan gaya bahasa Bartimaeus terkadang enggak cuma menyindir tokoh-tokoh dalam
cerita, tapi juga menyindir kita yang lagi baca. Selain itu, gaya bahasa Barty
yang seolah mengajak berbicara membuat para pembaca merasa terlibat dalam
cerita.
Selain
lucu, novel ini juga memberikan aksi-aksi menegangkan yang penuh intrik sihir.
Bahkan pada satu setting di sebuah makam tokoh besar, saya terpaksa mengungsi
ke kamar sebelah karena deg-degan-nya.
Dalam
novel ini, Jontahan Stroud juga mampu menggambarkan tempat dan tokoh baik. Penjabarannya
mampu membuat saya membayangkan suasana Inggris dan Praha dengan sesuai
keinginannya. Penggambaran tokoh oleh Stroud juga memberikan pemahaman tentang
karakter tokoh dengan sesuai kepada pembacanya. Jonathan Stroud dengan baik menggambarkan
Nathaniel sebagai remaja ambisius yang keras kepala, nekat dan masih
menunjukkan sikap kekanak-kanakan. Tingkah jahil, cerdas dan ternyata baik hati
pada Barty pun terasa tergambar dengan tepat. Di pihak lai, pembaca akan merasa
memahami sikap Kitty yang dengan keras kepala dan keberaniannya menentang
penyihir.
Namun
begitu, penjabaran tempat yang terlalu bertele-tele kadang-kadang membuat bosan
dan ngantuk. Novel ini mengambil setting di banyak tempat, penjabaran tempat
yang terlalu panjang jelas akan membuat pembaca bosan. Minimal itu yang saya
rasakan. Selain itu, dibeberapa tempat saya merasa (mungkin cuma saya) kalau
terjemahan bahasa Inggrisnya masih sedikit kaku sehingga terkadang membuat
pusing. POV Kitty pun terasa membosankan jika dibandingkan POV Barty dan Nathaniel.
Walaupun
ada sedikti kekurangan, novel ini bagi saya masuk kategori bagus dan bikin
penasaran untuk membaca novel ketiganya. Karena itu, penilaian subjektif saya
memberi nilai 4 dari 5.
Selamat
Membaca.
Sumber gambar : feedmebook.blogspot
Post a Comment for "The Golem’s Eye : Lucunya Humor Sarkastik Dari Jin Yang Cerewet"