Kenapa jangan jadikan kebahagiaan orang lain sebagai fokus utama?
Ketika membaca tweet dari salah
satu akun twitter yang membawa-bawa nama psikologi ini, saya kembali
bertanya-tanya. Benarkah? Sesaat kemudian, kesimpulan di benak hampir tak meleset
sedikit pun dari isi tweet tersebut.
Lalu, pertanyaan pun menyeruak
keluar. Kenapa orang yang paling berusaha menyenangkan orang lain justru
berakhir dengan kesedihan dan bahkan kesepian? Bukankah orang yang berbuat baik
seharusnya mendapatkan kebaikan pula?
Saya pun kembali mengingat-ingat
perilaku menyenangkan orang lain yang seringkali saya lakukan. Yah, kalau
dipikir-pikir, perilaku menyenangkan ini selalu timbul karena saya tahu
bagaimana rasanya mendapatkan perilaku atau kondisi yang tidak membuat nyaman. Karena
tahu bagaimana rasa sakitnya, secara naluriah saya selalu berusaha menyenangkan
orang-orang yang tengah mengalami situasi tidak menyenangkan itu. Bahkan tanpa
diminta atau dibutuhkan. Bagi saya, melihat senyum dari orang lain karena
bantuan dari saya merupakan hadiah yang sering kali membuat rindu. Apalagi
kalau mengingat kembali senyum cerianya di malam hari.
Keinginan untuk membahagiakan
orang pun semakin menjadi-jadi ketika saya sedang “dekat” dengan seseorang. Keinginan
untuk melihatnya tersenyum bahkan seolah menjadi tujuan utama dalam mendapatkan
kebahagiaan. Dalam beberapa kasus, muramnya wajah si wanita justru mempengaruhi
suasana hati sepanjang hari.
Dalam perjalanannya, walaupun sudah
berusaha sekuat tenaga membahagiakan “si dia” dan orang lain, justru di malam
hari saya selalu merasa kesepian dan sendirian. Dan jujur, saya selalu
mengharapkan balasan kebaikan yang tak kunjung datang.
Setelah merenung dan berpikir,
akhirnya saya mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas.
Banyak dari kita (termasuk saya)
yang telah memanamkan pikiran sekuat-kuatnya ke dalam pikiran bahwa “perlakuan
baik semestinya dibalas perlakuan baik pula”. Pikiran tersebutlah yang
seringnya menyebabkan perasaan kecewa. Ketika kita menghibur seseorang yang sedih,
kita cenderung kecewa ketika tak ada yang datang menghibur ketika kita sedang
gundah gulana. Ketika kita selalu berusaha meminjamkan uang pada teman walaupun
kantong sedang tipis, kita akan kecewa ketika tidak ada teman yang bersedia
meminjamkan uang ketika kita sedang susah.
Kekecewaan ini pun semakin
merajalela, ketika kebahagiaan orang justru menjadi fokus dalam mencapai
kebahagian pribadi. Jadi, ketika orang yang justru kita bahagiakan membuat kita
kecewa, maka hancurlah sudah kebahagiaan kita di sepanjang hari.
Maka, yang terpenting di sini
adalah berfokus pada membahagiakan diri terlebih dahulu baru membahagiakan
orang lain. Jika pondasi kebahagian yang kita bangun sudah cukup, kekecewaan
terhadap orang lain tak akan mengubur senyum kita sepanjang hari. Jika kebahagiaan diri sudah tercipta, senyum ceria orang yang kita bantu hanya akan menjadi bonus, bukan menjadi kebahagian utama. Jadi tanpa senyum dan balas budi darinya, kita sudah cukup bahagia. Karena bagaimanapun,
kita (dan saya) tidak bisa mengontrol bagaimana respon orang atas kebaikan yang
telah kita berikan. Akan ada orang-orang yang “kurang peka” atas kebaikan kita
itu.
Mari kita ciptakan kebahagiaan J
Mari kita ciptakan kebahagiaan J
Post a Comment for "Kenapa jangan jadikan kebahagiaan orang lain sebagai fokus utama?"