Manusia dan Domba
“Ih, sensitiif bener sih tu orang”, protes seorang teman. Kita
mungkin sering mengeluhkan hal yang sama ketika seseorang terlalu
membesar-besarkan masalah. Kita sering terkaget-kaget ketika candaan, teguran atau
apalah itu namanya dimaknai dengan kekesalan dan amarah mendadak. Sebagian dari
kita mungkin langsung meminta maaf kepada yang bersangkutan, tapi sebagian yang
lain justru ikutan marah karena kebaikan yang dilakukan dibalas dengan tidak
semestinya.
Lalu banyak pertanyaan muncul di kepala. Kenapa ada orang-orang
yang begitu sensitif? Apakah sensitif itu bawaan? Atau kondisi macam apa yang
membuat seseorang sensitif? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, izinkan saya
menganalogikan manusia sebagai domba.
Manusia itu ibarat domba dengan bulu wol yang lebat. Bulu wol
bagi domba berfungsi sebagai pelindung dari dingin dan serangan binatang lain. Tanpanya,
domba akan rentan sakit bersebab dingin yang menusuk atau cakaran binatang
lain.
Manusia juga memiliki “bulu wol”, kita menamakannya sebagai
rasa aman. Ia tak kasat mata. Ada
anak-anak yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan mendapat dorongan penuh
dari orang tercinta untuk terus belajar. Kasih sayang itu menumbuhkan bulu wol
yang lebat pada anak itu. Terkadang, hidup tak adil padanya. Namun ia memiliki
bulu wol lebat yang memberikan perlindungan dari jahatnya kehidupan. Ia memiliki
rasa aman sehingga sedikit goresan tak membuatnya merasa sakit berlebihan. Tapi
ada anak-anak yang tak seberuntung itu. ada anak-anak yang dididik dengan kekerasan,
mengalami bully di masa sekolah dan mendapatkan banyak pelecehan. Tentu ia
memiliki bulu wol bawaan semenjak lahir. Tapi orang di sekitarnya selalu
mencukur bulu wol itu. Setiap makian dan pengabaian membuat bulu wol-nya
rontok, membuat rasa aman yang dimilikinya hilang. Bahkan sentuhan kaki kecoa
bisa membuatnya menjerit bukan main. Tak ada lagi bulu wol yang memberinya rasa
aman.
Pribadi-pribadi yang kehilangan bulu wol-nya sejak kecil
belajar untuk menjauh. Jika ada yang mendekat, ia berlari, menjaga dirinya dari
kemungkinan orang yang mendekat untuk menggores kulitnya. Pada orang-orang
seperti ini, candaan-candaan yang biasa kita tujukan pada teman yang memiliki
bulu wol lebat akan dimaknai berbeda. Ia lebih memilih berdiri di sudut dan
merasa aman dari pada harus masuk ke kerumunan yang bisa menggores kulitnya,
menyakiti perasaannya. Pada orang seperti ini, bukan tanpa solusi untuk menjadi
dekat dengannya. Sama seperti bulu wol pada domba, rasa aman padanya bisa
ditumbuhkan. Perhatian dan kasih sayang menumbuhkan bulu-bulu itu. Mungkin tak akan semudah ketika membaca
tulisan ini, tapi ketika ia sadar kita mendekat bukan untuk menggores kulitnya,
setiap hubungan bisa dibangun dengan rasa aman.
Selain itu, ada juga orang-orang yang hanya kehilangan bulu
wol di bagian-bagian tertentu, mungkin di kepala, kaki atau perut. Orang-orang
ini menjadi sensitif ketika bagian tubuhnya itu diserang. Menjadi mudah marah
ketika sesuatu yang berarti baginya dihina orang lain, kelemahannya diolok-olok
atau masa kelam dalam hidupnya diungkit-ungkit. Pada pribadi-pribadi seperti
ini, kita hanya perlu peka untuk tahu mana bagian darinya yang tidak bisa didebat.
Di situasi tertentu, bulu-bulu wol itu bisa sekejap hilang
dengan periode waktu tertentu. Bagi wanita yang tengah datang bulan, karena terlalu
disibukkan rasa sakit di tubuhnya, ia “lupa” akan keberadaan bulu wol. Orang yang
tengah mengalami masalah berat, bulu wol akan hilang sekejab. Namun akan tumbuh
lebat kembali ketika masalah itu selesai.
Bulu wol dan rasa aman sama-sama bisa ditumbuhkan, kita hanya
perlu tau bagaimana cara menumbuhkannya.
Post a Comment for "Manusia dan Domba"